BAB
2
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Menurut Dr. Nana Sudjana mengatakan
bahwa strategi pengajaran adalah teknik yang ditentukan guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan
pengajaran (kompetensi dan indikator hasil kerja) secara lebih efektif dan
efisien.
Strategi pengajaran merupakan tindakan
guru melaksanakan rencana mengajar. Artinya, usaha guru dalam menggunakan
berbagai variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode,dan alat, serta evaluasi)
agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian, strategi pengajaran pada dasarnya adalah tindakan nyata dari
guru melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu, yang dinilai lebih efektif
dan lebih efesien.
Ada tiga hal pokok yang harus
diperhatikan guru dalam melaksanakan strategi mengajar. Pertama adalah tahap
mengajar; kedua menggunakan model atau pendekatan model mengajar; ketiga
menggunakan prinsip mengajar
B.
Pengelompokan
Strategi Pengajaran
Dalam
hal ini ada dua pengelompokan yaitu pengelompokan dari Gagne dan Briggs dan
pengelompokan menurut Bruce Joyce dan Marsha Weil.
1. Pengelompokan
Gagne dan Briggs
a. Pengaturan
Guru dan Peserta Didik
Dari
segi pengaturan guru dapat dibedakan; pengajaran oleh seorang guru atau oleh
suatu tim guru. Dapat pula dibedakan apakah hubungan guru-peserta didik
terjadi; tatap muka ataukah dengan perantara media (cetak maupun audiovisual).
Adapun dari segi peserta didik dapat dibedakan: pengajaran klasikal (kelompok besar atau kelompok kecil : 5- 7
orang peserta didik) atau pengajaran individual. Baik dalam pengajaran klasikal
maupun individual hendaknya diciptakan hubungan antara guru dan yang memiliki
sifat-sifat keterbukaan. Saling tanggap, saling begantung (interdependensis), suasana kebebasan, dan saling memenuhi
kebutuhan.
b. Struktur
Events Pengajaran
Struktur
pengajaran dapat bersifat tertutup, artinya segala sesuatu sudah ditentukan
secara relatif ketat, misalnya sering dilakukan pada calon guru. Biasanya
mereka tidak berani menyimpang (mengembangkan) dari persiapan mengajar yang
telah disusun dan sudah dsetujui oleh dosen pembimbing ataupun guru pemongnya.
Sebaliknya, peristiwa mengajar/pembelajaran yang bersifat ekstrovert atau
terbuka yaitu apabila tujuan khusus pengajaran, materi, dan prosedur yang akan
ditempuh untuk mencapainya ditentukan, sementara kegiatan pengajaran
berlangsung. Tidak sulit dibayangkan bahwa yang ekstrovert ini memberi peranan
yang akan dipelajari dalam suatu jam pertemuan ataupun bagaimana prosedur yang
akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan pengajaran.
c. Peranan
Guru-Peserta Didik Dalam Mengelola Pesan
Setiap
event pengajaran bertujuan untuk mencapai suatu tujun ingin menyampaikan sesuatu
“pesan” yang dapat berupa pengetahuan, wawasan, skill, ataupun isi pengajaran
lainnya. Pesan yang dimaksud diolah oleh guru sebelum disampaikannya kepada
peserta didik atau sebaliknya, dapat juga diolah sendiri oleh para peserta
didik dengan bantuan dari guru. Dalam hal ini ada dua jenis strategi
pengajaran.
1. Pengajaran
ekspositorik: pengajaran yang menyampaikan pesan dalam keadaan telah siap.
2. Pengajaran
heuristik: pengajaran yang mengharapkan pengolaan oleh peserta didik sendiri.
Dalam starategi pengajaran heuristik meliputi dua substrategi,
a. Discovery/penemuan,
yaitu pesetra didik yang diharuskan menemukan prinsip atau hubungan yang
sebelumnya tidak diketahui yang merupakan akibat dari pengalaman belajarnya
yang telah diatur.
b. Inquiry,
yaitu peerta didik dilepas bebas untuk sesuatu melalui proses asimilasi yaitu
memasukkan hasil pengamatan kedalam struktur atau penyusuain dalam struktur
kognitif peserta didik yang telah ada dalam proses akomodasi yakni mengadakan
perubahan-perubahan dalam struktur kognitif yang lama hingga cocok dan sesuai
dengan fenomena baru yang diamati.
Kemudian
oleh Bryon G. Massialas dalam Social
Issue Through Inquiry, dijelaskan ada dua pendekatan mengajar, yaitu
pendekatan expository dan inquiry.
1. Pendekatan
Ekspository
Hakikat
belajar menurut pandangan ini adalah penyampaian ilmu pengetahuan kepada
peserta didik yang dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan
guru. Biasanya guru menyampaikan informasi mengenai bahan pengajaran dalam
bentuk penjelasan dan penuturan lisan.
2. Pendekatan
Inquiry
Proses
pengajaran harus dipandang sebagai stimulus rangsangan yang dapat menantang
peserta didik untuk merasa terlibat dalam aktivitas pengajaran. Peranan guru
adalah sebagai fasilitator dan pembimbing atau pemimpin pengajaran yang
demokratis, sehingga diharapkan peserta didik lebih banyak melakukan kegiatan
sendiri atau dalam bentuk kelompok memecahkan masalah atas bimbingan guru.
Ada 5 tahap yang
harus ditempuh.
-
Perumusan masalah untuk
dipecahkan peserta didik.
-
Penetapan jawaban
sementara/pengajuan hipotesis.
-
Peserta didik mencari
informasi, data, yang diperlukan untuk memecahkan masalah dan menguji
hipotesis.
-
Menarik kesimpulan dari
jawaban.
-
Aplikasi kesimpulan
dalam situasi baru.
Untuk dapat
menggunakan pendekatan inquiry diperlukan persyaratan berikut:
-
Guru haru terampil
memilih masalah yang relevan dan sesuai daya nalar peserta didik.
-
Guru harus terampil
memberikan motivasi belajar dan menciptakan situasi pengajaran yang
menyenangkan/menarik minat peserta didik.
-
Tersedia fasilitas dan
sumber belajar yang memadai.
-
Terjamin kebebasan
peserta didik dalam berpendapat, berkarya, dan sebagainya.
-
Kesediaan peserta didik
untuk partisipasi aktif belajar.
-
Guru tak banyak
intervensi dalam kegiatan belajar peserta didik.
d. Peroses
pengelolaan pesan
Ada dua macam
proses (berpikir) dalam pengajaran.
1. Proses
deduktif. Suatu proses pengajaran yang beranjak dari yang umum untuk dilihat
keberlakuan atau akibatnya pada yang khusus, dari prinsip ke kasus.
2. Proses
induktif. Suatu peristiwa/proses pengajaran yang beranjak dari contoh-contoh
kasus/konkret pada prinsip umum atau generalisasi.
e. Tujuan-tujuan
Belajar/Pengajaran
Ada lima macam
hasil belajar dijelaskan oleh Ratna Wilis Dahar (1988: 162-167) sebagai
berikut:
1. Keterampilan
Intelektual
Keterampilan-keterampilan
intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui
penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Untuk memperoleh aturan-aturan
ini, peserta didik sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk
belajar konsep-konsep konkret ini, peserta didik harus menguasai
diskriminasi-diskriminasi.
a. Diskriminasi-diskriminasi
Diskriminasi
merupakan suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap
stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik. Dalam kasus
yang paling sedehana, seseorang memberikan respons, bahwa dua stimulus sama
atau berbeda. Diskriminasi merupakan keterampilan intelektual yang paling
dasar. Pengajaran diskriminasi paling banyak diberikan pada anak-anak kecil dan
anak-anak atau orang-orang yang cacat mental (mentaly retarted).
b. Konsep-konsep
konkret
Salah
satu keterampilan intelektual ialah konsep konkret, dan suatu konsep
menunjukkan suatu sifat objek atau
atribut objek (warna bentuk dan lain-lain). Konsep-konsep ini disebut
“Konkret”, sebab penampilan manusia yang dibutuhkan konsep-konsep ini ialah
mengenai suatu objek yang konkret. Contoh sifat-sifat objek ialah bulat,
persegi, biru, merah, halus dan lain-lain.
c. Konsep
terdefinisi
Seseorang
dikatakan telah belajar suatu konsep terdefinisi bila ia dapat mendemontrasikan
arti dari kelas tertentu tentang objek-objek, kejadian-kejadian, atau
hubungan-hubungan. Misalnya, kita perhatikan konsep asam, suatu zat yang
memerahkan kertas lakmus biru. Untuk memiliki konsep terdefinisi ini, peserta
didik sudah dapat menunjukkan konsep-konsep konkret, yaitu zat, merah, dan dan
kertas lakmus biru.
d. Aturan-aturan
Seseorang
telah belajar. Suatu aturan, bila penampilannya mempunyai semacam “keteraturan”
dalam berbagai situasi-situasi khusus. Suatu konsep terdefinisi merupakan suatu
bentuk khusus dari aturan yang bertujuan untuk mengelompokkan objek-objek dan
kejadian-kejadian. Konsep terdefinisi adalah suatu aturan pengklasifikasian
e. Aturan-aturan
tingkat tinggi
Ada
kalanya, aturan-aturan yang kita pelajari merupakan gabungan yang kompleks
tentang aturan-aturan yang lebih sederhana. Aturan-aturan tingkat tinggi
ditemukan untuk memecahkan suatu masalah praktis atau sekelompok masalah-masalah. Suatu kondisi yang esensial
yang membuat belajar aturan-aturan tingkat tinggi suatu kejadian pemecahan
masalah ialah, karena tidak adanya bimbingan belajar, apakah dalam bentuk
komunikasi verbal atau dalam bentuk lain. Bimbingan belajar diberikan oleh si
pemecah masalah itu sendiri, tidak oleh guru atau sumber eksternal lain.
Aturan-aturan memegang peranan penting dalam memecahkan masalah. Tidak mungkin
bagi peserta didik untuk memperoleh semua aturan yang diperlukan bagi setiap
situasi. Konsep-konsep dan aturan-aturan
harus disintesis menjadi bentuk-bentuk kompleks yang baru agar peserta didik dapat
menghadapi situasi-situasi masalah yang baru. Pemecahan masalah merupakan suatu
kegiatan manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah
diperoleh sebelumnya, dan tidak sebagai suatu keterampilan generik.
2. Strategi
Kognitif
Suatu
macam keterampilan intelektual khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi
belajar dan berpikir ialah strategi kognitif. Dalam teori belajar modern, suatu
strategi proses internal yang digunakan peserta didik untuk memilih dan
mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir.
Berbagai
macam strategi kognitif yang peneglompokannya disarankan oleh Weinstein dan
Mayer (1986).
a. Strategi-strategi
menghapal
Latihan
berupa mengulangi nama-nama dalam suatu urutan (misalnya, nama
pahlawan-pahlawan, tahun-tahun pecahnya Perang Dunia dan lain-lain). Dalam
mempelajari tugas-tugas yang kompleks, misalnya mempelajari tugas-tugas yang
lebih penting, menghapal dapat dilakukan dengan menggaris bawahi
gagasan-gagasan penting itu, atau dengan menyalin bagian dari teks.
b. Strategi-strategi
elaborasi
Dalam
menggunakan teknik elaborasi, peserta didik mengasosiasikan hal-hal yang akan
dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia. Bila diterapkan pada belajar
dari teks prosa misalnya, kegiatan-kegiatan elaborasi merupakan pembuatan paraphrasa, pembuatan ringkasan, pembuatan
catatan, dan perumusan pertanyaan-pertanyaan dengan jawaban-jawaban.
c. Strategi-strategi
pengaturan
Menyusun
materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur, merupakan
teknik dasar dari strategi-strategi ini. Hubungan-hubungan antara fakta-fakta
disusun menjadi tabel-tabel, memungkinkan penggunaan pertolongan penyusunan
ruang untuk menghapal materi pelajaran. Cara lain ialah dengan membuat
garis-garis besar tentang gagasan-gagasan utama dan menyusun organisasi-organisasi
baru untuk gagasan-gagasan itu.
d. Strategi-strategi
metakognitif
Strategi-strategi
metakognitif meliputi kemampuan-kemampuan peserta didik untuk menentukan
tujuan-tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan itu
dan memiilh alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan-tujuan itu.
e. Strategi-strategi
efektif
Teknik-teknik
ini digunakan para peserta didik untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian,
untuk mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif.
3. Informasi
Verbal
Informasi
verbal diperoleh sebagai hasil belajar di sekolah, dan juga dari kata-kata yang
diucapkan orang, dari membaca, dari radio, televisi, dan media lain-lainnya.
4. Keterampilan-keterampilan
Motorik
Keterampilan-keterampilan
motorik tidak hanya mencakup kegiatan-kegitaan fisik, melainkan juga
kegiatan-kegiatan motorik yang digabungkan dengan keterampilan intelektual,
mislanya bila membaca, menulis, memainkan sebuah instrumen musik atau dalam
pelajaran sains, bagaimana menggunakna berbagai macam alat, seperti mikroskop,
berbagai alat-alat lisrik dalam pelajaran fisika, dan burat, alat distilasi,
dalam pelajaran kimia.
5. Sikap-sikap
Sikap
merupakan bawaan yang dapat dipelajari, dan dapat mempengaruhi perilaku
seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian, atau makhluk-makhluk hidup
lainnya.
Bloom Cs. beserta para penerus gagasan-gagasannya pada garis
besanya telah mengklasifikasikan tujuan pengajaran kedalam tiga ranah yaitu:
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
1. Ranah
Kognitif, meliputi enam kategori secara hierarkis, sehingga menjadi taraf-taraf
yang semakin kompleks.
a. Pengetahuan
b. Permohonan
c. Penerapan
d. Analisis
e. Sintesis
f. Evaluasi
2. Ranah
Afektif, meliputi lima kategori secara hierarkis
a. Penerimaan
b. Partisipasi
c. Penilaian/Penentuan
Sikap
d. Organisasi
e. Pembentukan
Pola Hidup
3. Ranah
Psikomotorik, inilah yang dikembangkan Simpson (bukan Bloom dan kawan-kawan).
Ranah ini meliputi tujuh kategori secara hierarkis
a. Persepsi
b. Kesiapan
c. Gerakan
terbimbing
d. Gerakan
terbiasa
e. Gerakan
yang kompleks
f. Penyesuaian
pola gerakan
g. kreativitas
2.
Pengelompokan Bruce Joyce dan Marsha Weil
a. Klasifikasi
Model-model Interaksi Sosial
Bahwa proses soaial yang demokrasi perlu
dikembangkan untuk melakukan perbaikan masyarakat dalam arti yang luas secara built-in dan kontinu. Model-model
interaksi sosial ini terdiri dari:
1. Model
jurisprudensi
2. Kerja
kelompok
3. Inkuiri
sosial
4. Metode
laboraturium
b. Klasifikasi Model-model
Pengolahan Informasi
Klasifikasi ini berangkat dari prinsip-prinsip pengolahan
informasi oleh manusia: bagaimana ia menangani stimulus dai lingkungan,
mengolah data, mendeteksi masalah, dan menggunakan simbol-simbol. Model-model
ini antara lain:
1. Mengajar
induktif
2. Latihan
inkuiri
3. Inkuiri
dalam IPA
4. Pembentukan
konsep
5. Metode
developmental
6. Advance organizer
c. Klasifikasi Model-model
Personal-Humanistik
Klasifikasi model-model ini mengutamakan proses
pengorganisasian internal yang dilakukan individu dan pengaruhnya terhadap cara
dan proses pergaulan individu dengan lingkungannya maupun dengan dirinya
sendiri. Yang termasuk model-model personal-humanistik adalah:
1. Pengajaran
non-direktif
2. Pertemuan
kelas
3. Model
sintesis
4. Model
sistem konseptual
d. Klasifikasi Model-model Tingkah Laku
Model ini berdasarkan pada mementingkan penciptaan sistem
lingkungan belajar yang memungkinkan
manipulasi “reinforcement atau
penguatan tingkah laku” yang dikehendaki.
C.
CBSA
Sebuah Strategi Pengajaran
CBSA (Cara Belajar Siswa
Aktif) merupakan strategi partisipasi peserta didik sebagai subjek didik secara
optimal sehingga peserta didik mampu mengubah dirinya (tingkah laku, cara
berfikir, dan sikap) secara lebih efektif dan efesien. Dalam dunia pengajaran CBSA
bukan sebagai hal yang baru. Malahan, dalam teori pengajaran CBSA merupakan
konsekuensi logis dari pengajaran yang semestinya dan untuk memenuhi
prinsip-prinsip pengajaran, aktivtas, individualitas, kebebasan, kerja sama,
dan perinsip pengajaran lainnya. Adapun kehadiran CBSA sebagai sebuah
alternatif strategi pengajaran untuk mempertinggi dan mengoptimalkan aktivitas
dan keterlibatan peserta didik dalam proses pengajaran belajar. Dalam
mengoptimalisasikan keaktifaan belajar peserta didik itu dapat dikondisikan
melalui indikator CBSA dapat dilihat tingkah laku yang mana yang muncul dalam
suatu proses pengajaran berdasarkan apa yang dirancang oleh guru. Indikator itu
dapat dilihat dari lima segi.
1. Dari
segi peserta didik, dapat dilihat dari
-
Keinginan, keberanian
menampilkan minat, kebutuhan dari permasalahan
-
Keinginan dan
keberanian serta kesempatan untuk partisipasi dalam kegiatan persiapan, proses,
dan kelanjutan belajar.
-
Pemanpilan berbagai
usaha belajar dalam menjalani dan menyelesaikan kegiatan belajar mengajar
hingga mencapai keberhasilan
-
Kebebasan melakukan hal
tersebut diatas tanpa tekanan guru ataupun pihak lainnya.
-
2. Dari
segi guru
-
Usaha mendorong,
membina gairah belajar dan partisipasi peserta didik secara aktif.
-
Peran guru tidak
mendominasi kegiatan proses belajar peserta didik.
-
Memberi kesempatan
peserta didik untuk belajar menurut cara dan keadaan masing-masing.
-
Menggunakan berbagai
jenis metode mengajar pendekatan multimedia.
3. Dari
segi pogramnya, hendaknya:
-
Tujuan pengajaran dan
konsep maupun isi pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat , dan
kemampuan subjek didik.
-
Program cukup jelas,
dapat dimengerti, dan menantang peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar
mengajar.
-
Bahan pengajaran
mengandung fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan.
4. Dari
segi sarana belajar:
-
Ada sumber-sumber
belajar bagi peserta didik
-
Fleksibilitas waktu
untuk kegiatan belajar
-
Dukungan dari berbagai
jenis media pengajaran.
BAB 3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Strategi pengajaran merupakan tindakan guru
melaksanakan rencana mengajar. Artinya, usaha guru dalam menggunakan berbagai
variabel pengajaran (tujuan, bahan, metode,dan alat, serta evaluasi) agar dapat
mempengaruhi para siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini ada dua pengelompokan yaitu
pengelompokan dari Gagne dan Briggs dan pengelompokan menurut Bruce Joyce dan
Marsha Weil. Pengelompokan Gagne dan Briggs: pengaturan guru dan peserta didik, struktur events pengajaran, peranan
guru-peserta didik dalam mengelola pesan, proses pengelolaan pesan, tujuan-tujuan
belajar/pengajaran. Pengelompokan Bruce Joyce dan Marsha Weil terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu: klasifikasi model-model interaksi sosial, klasifikasi
model-model pengolahan informasi, klasifikasi model-model personal-humanistik,
dan klasifikasi model-model tingkah laku.
CBSA Sebuah Strategi Pengajaran, didalam CBSA ada
beberapa pengelompokan lagi yaitu: Dari segi peserta didik, Dari segi guru, Dari
segi pogramnya, dan Dari segi sarana belajar.
B.
Saran
Dengan adanya
pembahasan tentang strategi pengajaran,
penulis berharap semoga menjadi gerakan awal dalam merevolusi diri kita
masing-masing agar menjadi lebih baik untuk memahami konsep pendidikan dan
pengelolaan didalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Rohani, Ahmad.2010.Pengelolaan Pengajaran.Jakarta: Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar